Tuesday, November 22, 2016

Review Album Gajah: Raksasa Bagi Telinga



Tulus. T-U-L-U-S.

Entah sihir macam apa yang tersembunyi dibalik nama tersebut. Saya masih ingat betul ketika pertama kali mendengar nama itu lebih dari tiga tahun yang lalu. Perasaan antara meragu dan takjub menyatu. Meragu karena apakah itu memang benar-benar nama pria tersebut dan takjub karena nama sederhana tersebut memang melekat pada dia. Gempuran musik bergenre Melayu masih begitu terasa pada tahun tersebut. Membuat awan kejenuhan sepertinya masih enggan beranjak dari kepala saya apabila ingin mendengarkan musik Indonesia. Bukan berarti saya tidak menyukai ataupun membenci Musik Melayu hanya saja segala sesuatu yang disajikan secara berlebihan akan sampai pada titik jenuh yang paling mendidih. Membuat saya mulai mengalihkan telinga saya pada musik-musik Barat. Namun pria ini hadir untuk mencerahkan awan musik saya. Kehadirannya tak ubahnya lesatan peluru, cepat, tepat dan menghujam. Membuat siapa saja yang mendengarkannya tak ada pilihan lain selain terkapar dalam atmosfer mengagumi. 


Bisa dibilang Album kedua Tulus yang bertajuk Gajah adalah pintu pembuka bagi saya untuk kemudian mendengarkan seluruh karyanya termasuk lagu-lagu di album pertamanya. Dan saya bukan hanya terbius pada lagu-lagunya namun juga terkesima pada pengolahan liriknya yang bisa dibilang sangat memukau. Diksinya sangat langka pada lagu-lagu Indonesia pada masa sekarang. Bukan hanya menceritakan tema tentang “Aku Cinta Kamu” ataupun “Aku Selingkuhin Kamu” namun segala seluk beluk dari semesta ini yang diceritakan dengan begitu pawai dalam lagu-lagunya. Bahkan apabila Tulus ingin bercerita tentang cinta, dia akan melihatnya dari kacamata yang berbeda. Membuat sudut pandang dalam tiap lagunya terasa spesial, baru dan begitu segar. Membuat Si Jago Pemalu ini memiliki musikalitas yang tidak membuat malu Indonesia karena memilikinya. Karena menjadi jalan pembuka pada karya-karya Tulus, membuat Album Gajah selalu istimewa di mata saya. Bahkan apabila ingin lebih jujur, Album Gajah adalah album favorit saya dari ketiga Album Tulus lainnya. Mari cari tahu kenapa saya bisa begitu terkagum dengan seluruh lagu di Album Gajah:



                                                           01.  BARU



Musik yang menghentak, suara drum yang terdengar ramai namun merdu dan emosi kemarahan yang meluap-luap segera terasa ketika lagu ini masuk di detik pertamanya. Tepatlah apabila lagu ini dimasukan ke dalam list pertama dalam album ini. Setelah pada album pertamanya, lagu-lagu Tulus terdengar lebih “kalem”. Maka pada album keduanya, tidak heran apabila Tulus hadir dengan sesuatu yang beda sekaligus menghentak di telinga. Diantara seluruh lagunya Tulus pada Album Gajah, bisa dibilang dari segi aransemen musiknya maka Baru adalah favorit saya. Musiknya seperti judul lagunya terdengar sangat “Baru”. Apabila didengar dengan seksama maka pada lagu inilah banyak sekali alat musik yang dimasukan. Alih-alih mengganggu nyatanya semua alat musik tersebut mampu menjadi komposisi yang sempurna. Tentu hal tersebut tidak lepas dari kejelian dan kejeniusan Produsernya yakni Ari “Aru” Renaldi.  Dari segi lirik sendiri, sepenangkapannya saya Tulus mencoba menceritakan tentang kemarahannya dan usahanya untuk balas dendam karena sempat terjebak pada masa dianggap sebelah mata. Namun bukan dengan ucapan sumpah serapah  namun dengan diksi yang dahsyat dan tidak meninggalkan ciri khas Tulus. Bahwa balas dendam terbaik adalah dengan menjadi pribadi lebih baik di masa mendatang.

Tak perlu .. kau ajak aku bicara
Tak akan ku pernah mendengarnya
Ini aku yang dulu bahkan tak dapat sebelah dengar dari telingamu

Nikmatilah kejutanku…

Membalas dendam dengan karya sepertinya adalah bentuk balas dendam paling tuntas. Tulus telah memberikan contoh terbaiknya.

                                                            02.  BUMERANG



Hanya satu hal yang membuat saya begitu kecewa dari lagu ini. Yaitu lagu ini tidak terpilih untuk dibuatkan musik video klipnya. Padahal apabila dilihat dari segi materi, lagu ini tidak kalah dengan lagu Baru, Sepatu, Gajah maupun Jangan Cintai Aku Apa Adanya yang telah dibuatkan musik video klipnya. Belum ditambah dengan musik pada lagu ini yang entah kenapa menurut saya terdengar seperti musik country. Mungkin, Hal tersebut tidak lepas karena petikan gitar yang begitu mendominasi dalam lagu ini. Bahkan dari daftar lagu di Album Gajah, lagu Bumerang adalah lagu favorit kedua saya setelah Sepatu. Dimana Tulus kembali hadir dengan kecakapannya dalam menulis lirik lagu. Dalam Album inilah, Tulus menjadi sosok Raja Analogi yang menceritakan berbagai permasalahan dengan analogi yang anomali. Mulai dari Sepatu, Gajah hingga pada lagu ini yaitu Bumerang. Ceritanya sederhana saja tentang seorang pria yang jatuh hati pada seorang wanita. Awalnya dia mengira memiliki cinta yang sempurna. Namun segalanya berubah ketika ia mengetahui bahwa orang yang ia cintai tak lebih dari sekedar pemain hati. Dan bukan hati dari si pria saja yang telah menjadi korbannya namun banyak hati lainnya. Si pria percaya bahwa sang wanita yang pemain hati sedang menjalin jalan kehancuran untuk dirinya sendiri. Tak ubahnya Bumerang yang dilempar dan akan menyerang dirinya sendiri. Perhatikan saja lirik dalam lagunya:

Sementara kau sibuk..
Dengan permainanmu, dengan hati yang lain, nama yang lain
Sibuk .. merakit Bumerang
Untuk menyerangmu, berbalik menyerangmu
Tapi hati?


                                                                03.  SEPATU



Saya selalu kehabisan kata-kata untuk menggambarkan betapa kagumnya dengan lagu ini. Diksi yang menawan, analogi yang anomali dan musik pembungkusnya yang terdengar merdu sekaligus syahdu di saat bersamaan. Sepertinya empat jempol saja tidak akan cukup untuk diberikan pada lagu ini. Lagu ini juga selalu menyimpan nostalgia tersendiri bagi saya. Gerbang pembuka untuk kemudian mendengarkan semua karya Tulus dan terpikat setengah mati karenanya. Saya ingat, enam puluh detik pertama kali ketika mendengarkan lagu ini. Saya hanya bisa bengong dan berusaha sekuat mungkin untuk menutup mulut saya yang mengangga cukup lebar. Lagu ini membius saya dalam sekali waktu. Sepatu seperti oase dalam kejenuhan saya akan musik Indonesia yang seragam. Tidak ada yang lebih klise dari tema cinta. Semua karya seni pasti mengamini hal tersebut. Yang bisa dilakukan adalah menggunakan sudut pandang baru dalam melihatnya. Dan Tulus berhasil dengan gemilang melakukannya dengan Sepatu. Cinta yang tidak bisa bersatu ia analogikan dengan jenius menggunakan Sepatu. Apalagi ditambah dengan melihat musik video klipnya. Saya langsung bisa menduga bahwa Tulus adalah musisi yang bukan hanya unik namun juga cerdas. Bahkan sensasi dahsyat ketika pertama kali mendengarkan lagu tersebut masih bisa saya ingat dengan jelas sampai sekarang. 

Kita adalah sepasang sepatu
Selalu bersama tak bisa bersatu
Kita mati bagai tak berjiwa
Bergerak karena kaki manusia

Aku sang sepatu kanan..
Kamu sang sepatu kiri
Ku senang, bila diajak berlari kencang
Tapi aku takut, kamu kelelahan
Ku tak masalah. Bila terkena hujan
Tapi aku takut kamu kedinginan

Terasa lengkap bila kita berdua
Terasa sedih bila kita di rak berbeda
Didekatmu, kotak bagai nirwana
Tapi saling sentuhpun kita tak berdaya

Sebelumnya, saya belum pernah menemukan sebuah lagu Indonesia yang liriknya penuh dengan diksi semenawan ini. Sepatu benar-benar membuat saya jatuh cinta. Dan saya juga tahu bahwa Sepatu memiliki peranan besar terhadap karir besar yang dimiliki oleh Tulus hingga sekarang ini. Nama Tulus awalnya hanya dikenal sebagian kecil masyarakat Bandung sebagai penyanyi kecil dari kafe ke kafe dengan suara merdu. Sebatas itu saja. Kehadiran Tulus dengan “Sewindu” memang cukup mengatrol namanya karena sering diputar di Radio-radio regional Bandung namun namanya di industri musik Indonesia masih terdengar samar-samar. Barulah kehadiran Tulus dengan “Sepatu” mengubah segalanya. Namanya sebagai penyanyi bertalenta tak ubahnya gaung yang segera menyapu banyak telinga di Indonesia. Benar kata Risa Saraswati, Tulus adalah ombak yang terlalu besar untuk ditahan siapapun. Sehingga tidak heran apabila lagu Sepatu menjadi lagu terfavorit saya bukan hanya pada Album Gajah namun pada ketiga Album Tulus yang lainnya. 


                                                        04.  BUNGA TIDUR



Awalnya saya menduga dalam Album Gajah, saya tidak akan menemukan satupun lagu sendu. Karena saya merasa besarnya energi positif yang dimiliki dalam Album ini. Sehingga tidak ada ruang untuk energi negatif menyempil untuk merusak segalanya. Namun Bunga Tidur membuat dugaan saya menjadi sedikit keliru. Ternyata masih ada satu lagu sendu yang disisakan Tulus dalam album ini. Namun apabila didengar dengan seksama sebenarnya, Bunga Tidur juga bukan jenis lagu sendu yang membuat orang menjadi depresi. Saya lebih melihatnya lagu ini adalah bentuk curahan hati Tulus tentang bahwa setinggi apapun ia sekarang tetap saja ia adalah manusia biasa. Yang artinya dia tetap memiliki cela dan kekurangan dimana-mana. Sesuatu yang mungkin gagal dipahami oleh banyak fans Tulus di luar sana. Bahwa mereka seringkali “memaksa” idolanya untuk selalu tampil Sempurna dan tanpa cela. Mungkin mereka lupa bahwa yang mereka idolai adalah seorang manusia bukan sesosok Malaikat. Saya ingat betul, ada salah satu postingan Tulus di akun media sosialnya dengan bungkus rokok di sampingnya (Mungkin baru sedikit yang tahu kalau Tulus adalah seorang perokok aktif) dan banyak terdengar komentar sumbang mengikutinya. Mereka seakan tidak menerima bahwa idolanya juga memiliki cela. Mungkin itulah gunanya kehadiran dari lagu ini. Tulus ingin berkata bahwa masih banyak orang yang hanya bisa melihatnya dari kejauhan dan belum sepenuhnya mengenal dirinya. Bahwa Tulus juga tetaplah manusia biasa.

Mustahil tak bercela..
Di depan cermin, Sabtu Pagi aku bicara dengan pantulanku

Kau salah kawan..
Ku dilindungi dendangan
Ini musikku..
Dia pagar jarak pandangmu

Selama kulihat engkau senang..
Yang lainnya kusimpan sendiri..

Ingin sekali, saya bicara langsung dengan Tulus, “BangTul seperti yang sering kau katakan. Manusia pasti ada kurangnya, Jadi ya udah santai aja. Ya bukan?”

                                                              05.  TANGGAL MERAH



Ini adalah lagu dengan durasi paling singkat dalam Album Gajah. Tidak sampai menyentuh angka tiga menit. Hanya dengan mengandalkan suara betot bas dan suara jentikan jari membuat lagu ini terdengar sangat unik sekaligus menyenangkan. Lagu ini memang sepertinya judulnya yaitu Tanggal Merah cocok untuk didengarkan ketika santai dan liburan.

Berjalan terus berjalan..
Kaki terus berjalan
Walau tanpa tujuan
Tak akan tersesat 


06.  GAJAH




Mendengar judul lagunya saja pasti membuat siapa saja sangat penasaran untuk tahu isi lagunya. Setidaknya itulah yang pertama kali saya rasakan. Gajah adalah pembuktian lainnya dari Tulus dalam kecakapannya dalam menulis lirik lagu yang anti mainstream. Sesuatu yang sangat langka dalam kancah musik Indonesia sejauh ini. Dan yang paling saya apresiasi dari lagu ini adalah keberanian dari Tulus. Yaitu keberaniannya untuk mengungkapkan masa lalunya terutama masa kecilnya yang berjalan tidak baik karena seringnya ia mendapatkan julukan kasar karena bobot tubuhnya yang besar. Namun Tulus telah mendewasa dan menganggap hinaan itu telah menjadi doa terbaiknya untuk menjadi bintang besar seperti sekarang ini.

Otak ini cerdas, kurakit berangkai
Kini kutahu puji dalam olokan
Jabat tanganku panggil aku … Gajah

Well done, BangTul!




                                                       07.  LAGU UNTUK MATAHARI

 


Lagu ini termasuk ke dalam playlist yang selalu saya putar di pagi hari. Semangatnya, kekuatannya dan motivasi yang terasa besar sekali dalam lagu ini adalah energi yang begitu saya butuhkan pagi ini. Membuat semangat yang sedang patah seperti apapun akan selalu terbakar kembali tiap kali mendengarkan lagu ini.

Gerah kadang dengar, dapat cibiran sang benar
Sinisme bukan untukmu
Mereka tak sempurna sama juga hanya denganmu
Jangan risaukan celahmu

Menari, bernyanyi .. lakukan yang kau suka
Hidupmu bukan hidupnya

Dalam hidup memang kadang banyak sekali orang yang memandang sebelah mata terhadap celah yang kita miliki. Barangkali Lagu Untuk Matahari adalah jawaban terbaik untuk mengisi bensin kita agar bersemangat untuk menyingkirkan segala rintangan yang ada.



                                                     08.  SATU HARI DI BULAN JUNI

 

Jujur, ketika pertama kali mendengarkan lagu ini adalah saya bingung dan kemudian tidak bisa menikmati lagunya. Banyak sekali suara-suara dan aransemen musik yang masih terdengar awam di telinga saya. Bahkan saya merasa lagu ini memiliki nuansa 90-an yang sangat kuat. Sehingga ketika lagu ini diputar saya seringkali men-skipnya karena masih belum bisa memahaminya. Namun dengan seiring waktu, akhirnya telinga saya mulai terbiasa dengan suara-suara dan aransemen musik yang terkomposisi dalam Satu Hari di Bulan Juni. Hingga akhirnya saya tidak bisa memungkiri lagi bahwa saya sudah bisa menikmati lagu tersebut. Bahkan lagu ini semakin menunjukan kualitas vocal dari Tulus yang memang jempolan. Ada banyak sekali nada tinggi dalam lagu ini yang mampu diselesaikan dengan sempurna oleh Tulus. Belum ditambah dengan latar belakang vocal yang membuat lagu ini terasa tua tapi sangat keren. Aneh tapi unik, tua tapi keren.. yang pasti lagu ini menjadi bagus juga karena pesan tersirat di dalamnya. Menurut yang saya baca lagu ini terinspirasi dari saudara perempuan Tulus yang mengalami masalah keuangan dengan suaminya. Tulus seakan ingin memberi tahu bahwa sumber kebahagiaan satu-satunya bukan hanya uang.

Kita tak perlu terlalu..
Banyak uang..
Kita bahagia..
Meski tak kemana-mana



                                              09.  JANGAN CINTAI AKU APA ADANYA





“Aku mencintaimu apa adanya.” Entah berapa juta kali sepertinya kita mendengar kalimat tersebut. Mulai dari film drama, novel roman, sinetron bahkan pada kehidupan sehari-hari pun bisa kita temui dimana-mana. Seakan-akan kalimat tersebut menjadi semacam kewajiban agar kekurangan pasangan bisa ditolerir demi cinta yang bisa dimaklumi. Namun Tulus malah kembali memilih untuk melawan arus. Dia hadir untuk mengobrak-abrik pemahaman akan cinta yang selama ini barangkali telah keliru. Hal tersebut dibuktikan dengan kehadiran “Jangan Cintai Aku Apa Adanya.” Tulus percaya bahwa cinta yang sejati seharusnya membuat tiap pasangan menjadi versi terbaik dari dirinya sendiri. Bukan malah membiarkan pasangannya dengan “apa adanya”. Karena sebenarnya pada titik tertentu, tiap pasangan ingin dituntut untuk bisa menjadi pribadi lebih baik untuk masa depan bersama. Sekaligus membuat tiap insan yang tengah menjalin cinta yang hakiki seharusnya saling bergandengan tangan untuk memperbaiki satu sama lain agar bisa berjalan ke depan bukan malah menerima apa adanya untuk selalu berada di tapak jalan yang sama.

Kau terima semua kurangku
Kau tak pernah marah bila kau salah
Kau selalu memuji
Apapun hasil tanganku
Yang tidak jarang payah

Jangan cintai aku apa adanya
Jangan …
Tuntutlah sesuatu biar kita jalan ke depan.

Selain itu, yang membuat lagu ini menjadi semakin istimewa di mata saya adalah karena musik video klipnya. Salah satu video klip terbaik di Indonesia yang pernah saya tonton. Hangat, sendu sekaligus mengharukan dalam waktu yang sama. Kerja sama Tulus dengan David Linggar kembali menghasilkan sesuatu yang spesial. Dengan wajah penuh make up badut, Tulus berusaha membuktikan cinta sejati kepada istrinya dengan berusaha mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Harus saya akui, itu adalah satu-satunya video klip yang membuat mata saya berkaca-kaca ketika menontonnya.

Semua lagu yang ada di Album Gajah semakin menyadarkan saya betapa beruntungnya Indonesia memiliki musisi sekaliber Tulus. Ketika banyak musisi lain yang lebih terfokus pada menciptakan sensasi maka Tulus sibuk untuk menciptakan inspirasi. Lagu-lagu yang ada di Album Gajah benar-benar segar, unik dan baru. Mulai dari suara-suaranya, aransemen musiknya, komposisinya hingga diksi pada liriknya yang akan membuat saya kehabisan kata untuk memuji bagaimana indahnya. Membuat Album Gajah menciptakan musik bagai raksasa bagi telinga kita yang mendengarkan. Yang bisa kita lakukan hanyalah menyambut raksasa tersebut dengan tangan terbuka dan melihat bagaimana musik rakasasa itu mengubah hidup kita. 






Sunday, November 6, 2016

Review Album Monokrom: Anomali yang Merdu



Monokrom. Dalam ilmu fotografi dianggap sebagai gradasi tone yang hanya didasari satu warna dasar tanpa ada warna dasar lainnya. Namun bagi Tulus, Monokrom adalah ucapan terima kasihnya yang paling merdu. Lima tahun tentunya bukan rentang waktu sekejap mata. Apalagi bagi seseorang yang berjalan di semak belukar industri musik Indie Indonesia. Untuk itulah, pemilik blog Palawija ini menginginkan album ketiganya bukan hanya  penegas eksistensinya sebagai musisi handal namun juga ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukungnya sejauh ini. Setidaknya, itulah kalimat yang saya baca dalam sebuah majalah musik. Sejujurnya, album Monokrom sudah lama masuk dalam target karya yang harus bisa saya miliki. Alasan utamanya adalah karena kedua album sebelumnya yang dimiliki oleh Tulus berhasil dengan telak membius saya. Musiknya yang terdengar perpaduan antara Jazz, Pop dan mungkin sedikit Blues benar-benar candu bagi telinga. 


Namun yang benar-benar membuat saya tergila-gila terhadap karya Tulus adalah liriknya. Liriknya menggunakan diksi Bahasa Indonesia yang baik, rapi, santun dan juga memiliki beberapa rima. Hal inilah yang kemudian membuat saya menyadari, saat ini Indonesia hanya punya segelintir sekali generasi musisi dengan penulisan lirik Bahasa Indonesia yang berkualitas. Payung Teduh dan Efek Rumah Kaca adalah salah satu contoh terbaiknya. Dimana bagi penikmat lirik dalam lagu tentunya dua band indie tersebut ada berada di urutan teratas untuk didengarkan. Mereka bukan hanya membuat musik yang membius namun juga lirik yang semakin membuat pendengar terpaku dalam samudera kata-kata. Untungnya, Tulus hadir untuk menambah kuota tersebut. Dengan penulisan lirik yang bukan hanya bagus namun juga bermakna sekaligus dahsyat dalam sekali waktu. Sampai sekarang, saya masih suka geleng-geleng kepala ketika mendengarkan lagu “Sepatu”. Diksi dan analoginya bukan hanya beda namun juga cerdas. Coba pikirkan, apa yang lebih klise dari cinta yang tidak bisa bersatu? William Shakespeare menjabarkanya dalam romansa Romeo dan Juliet maupun James Wan memotretnya dalam kisah mengharu biru Jack dan Rose dalam Titanic. Namun Tulus dengan cerdik malah menggunakan Sepatu untuk menjabarkan kisah cinta yang seringkali mengundang lara di dada.
Hal tersebutlah yang membuat saya tidak sabar untuk menunggu lirik-lirik cerdas dan analogi tak biasa apa lagi yang disiapkan dalam album ketiganya yakni Monokrom. Dan entah keberapa lagi, saya selalu berhasil dikejutkan dengan kreasi yang diciptakan oleh Pria Besar kelahiran Bukittinggi ini. Untuk itulah dibawah ini, saya akan mereview lagu-lagu Tulus di album monokromnya. Dimana saya memilih mengarahkan lampu sorot pada lirik-liriknya. Karena sebagai orang awam dalam musik tentu saya tidak memiliki kapasitas untuk menilai musik selain enak di telinga dan tidak enak di telinga:



Zat Maha Istimewa, terima kasih untuk hidup, akal, intuisi dan rasa. Akan selalu ada sempat untuk terus mengingat hari lalu yang telah lewat..
Untuk seluruh cikal inspirasi, hingga pada banyaknya talenta yang ikut merakit rumah demi rumah pesan di dalam lirik lagu-lagu di dalam album ini, saya ucapkan terima kasih. 
                                                             (Tulis Tulus di albumnya)




 

01.  MANUSIA KUAT



Daya ledak semangat segera terpompa ketika mendengar intro dari lagu ini. Nada-nada  musik yang membakar energi positif segera dirasakan ketika lagu ini berputar di kepala. Isinya kurang lebih tentang seseorang yang tidak akan membiarkan siapapun untuk menghancurkan mimpi-mimpinya. Jujur saya sendiri merasakan energi dari lagu ini hampir serupa dengan lagu “Lagu Untuk Matahari” yang tersedia di album kedua Tulus. Mulai dari liriknya, motivasi hingga energinya. Sehingga membuat "Lagu Untuk Matahari" dan "Manusia Kuat" seakan memiliki benang merah yang sama. Meskipun tentunya dengan aransemen yang lebih megah dan “ramai”. Tentu jangan lupakan bahwa proses mixing dari seluruh lagu di Album Monokrom di Praha.

Kau bisa patahkan kakiku
Tapi tidak mimpi-mimpiku
Kau bisa lumpuhkan tanganku
Tapi tidak mimpi-mimpiku

Sebuah lagu yang cocok didengarkan pagi hari ketika semangat masih tergantung di langit-langit kamar. Dan impian seakan masih bersembunyi dibalik awan. Ditambah dengan bertebarannya orang-orang culas yang siap menggilas mimpi kita. Barangkali lagu ini siap menjadi tameng terbaik.

02.  PAMIT



Gelap dan sendu langsung mengurung saya ketika mendengarkan lagu ini pertama kali. “Ada apa dengan Tulus?” begitu pemikiran selanjutnya. sempat menduga bahwa Tulus tengah ikut arus industri para gejolak muda dengan fenomena galau mereka yang aduhai dangdut itu. Bukan berarti di lagu-lagu sebelumnya, cerita yang dimiliki Tulus tidak memiliki kesenduan dari segi lirik. Namun tetap saja kesenduan cerita dalam lirik lagu-lagu sebelumnya dikemas sebegitu rupa, sehingga tidak terkesan depresif. Ambil contoh terbaiknya adalah lagu Sewindu maupun Sepatu. Kedua lagu tersebut hadir dengan tema cinta yang tidak bisa bersatu namun dengan masih dicampur dengan nada-nada cerah. Tapi Pamit benar-benar hadir dengan racikan yang sangat berbeda dengan lagu-lagu sebelumnya. Lirik yang sendu dan dikombinasikan dengan iringan musik yang menyayat-nyayat hati. Membuat lagu ini kurang baik didengarkan ketika pagi hari. Namun dari kacamata awam, saya tahu bahwa Tulus tengah melebarkan ruang bermainnya dalam bermusik. Ia merambah ke lirik-lirik minor untuk semakin menguak tiap sudut gelap nan pedih dari orang-orang yang patah hati. Apalagi ditambah dengan string section yang terasa begitu megah. Membuat lagu ini memiliki pintu masuk yang begitu luas bagi pendengarnya. Dan tentu saja dengan tidak meninggalkan ciri khas Tulus dengan diksi pada liriknya.

Tubuh saling bersandar
Ke arah mata angin berbeda
Kau menunggu datangnya malam
Saat kumenanti fajar

Lirik yang menohok dan alunan musik orkestra yang megah membuat lagu ini seperti ingin berkata kepada pendengarnya bahwa galau pun tetap harus berkelas.

03.  RUANG SENDIRI 


Pegang tanganku tapi jangan terlalu erat. Karena aku ingin seiring bukan digiring,

Begitu penggalan kalimat menohok yang ditulis Dewi Lestari dalam salah satu kumpulan prosanya di “Filosofi Kopi”. Sebuah kalimat yang cukup untuk menggambarkan isi dari lagu ini. Tentang hubungan yang tetap membutuhkan jarak untuk bisa tahu bahwa ruang kesendirian ternyata tetap dibutuhkan tiap insan. Untuk melihat, jarak mereka dalam menyayangi tengah saling melengkapi atau malah berbalik menghancurkan. Entah kenapa, ketika mendengarkan lagu ini, feelnya hampir sama ketika mendengarkan lagu Sewindu. Lirik ringan dan nada renyah di telinga membuat lagu ini diputar berulang-ulang kali sekalipun tidak akan pernah membuat bosan. Tidak percaya? Buktikan saja.

Percayalah, Rindu itu baik untuk kita….

 

04.  TUKAR JIWA



Hati seperti apa yang mampu menampung cinta terbesar? Mungkin jawabannya adalah Sebesar cinta itu sendiri. Perasaan cinta memang salah satu hal paling absurd dalam semesta ini. Tidak seperti atom yang meski sekecil apapun masih tetap ada rumus untuk menjabarkannya. Namun bagaimana dengan cinta? Segumpal perasaan yang seringkali diucap oleh milyaran manusia di dunia. Namun tidak pernah ditemukan formula maupun rumus pasti untuk menghitungnya, mengukur-ukurnya. Jadi bagaimana kita bisa tahu sebesar apa perasaan seseorang yang mencintai kita? Barangkali kita harus menjadi dirinya sekejap waktu untuk mengenali perasaan itu.

Coba sehari saja, kau jadi diriku..
Kau akan mengerti bagaimana … kumelihatmu. Mengagumimu … menyayangimu.
Dari sudut pandangku

Cinta memang tidak pernah tepat untuk dijabarkan dengan diksi seindah apapun. Barangkali Tulus menyadari hal tersebut. Untuk itulah, dia menawarkan kesempatan imajiner untuk bertukar jiwa. Untuk melihat, cinta sebesar apakah yang dirasakan apabila dilihat dari sudut pandang berbeda.

05.  TERGILA-GILA



Ini adalah lagu yang asyik sekali untuk membuat kepala bergoyang-goyang sendiri. Dengan hentakan musik yang cukup nge-beat dan suara-suara alat musik yang begitu ramai di lagu ini. Membuat siapa saja sepakat bahwa lagu ini adalah lagu paling “ceria” dalam album Monokrom. Walaupun apabila ingin jujur, dalam segi lirik, kemampuan Tulus dalam menulis lirik yang hebat tidak terlalu terlihat dalam lagu ini. Namun dari segi musik, "tangan" kombinasi antara Tulus dan produsernya yaitu Ari Renaldi masih bisa terasa jelas. Terutama dengan latar belakang suara dan backing vocal yang tiap kali kita mendengarkannya akan selalu berujuar "Ini Tulus banget!"

Ini bukan yang pertama tapi ini yang paling menarik…
Hari ini kau mesra, besok lusa kau dingin..


06.  CAHAYA



Jika harus menyebutkan lagu paling favorit di Album Monokrom maka tanpa ragu saya akan menjawab lagu ini. Bagi saya pribadi, lagu yang bagus adalah lagu yang ketika kita mendengarkan maka denyut dunia seperti berhenti sejenak. Hanya ada kita dan suara-suara dari lagu tersebut. Dan Cahaya berhasil melakukannya dengan sempurna. Selain itu dalam lagu inilah, saya merasa Tulus kembali memperlihatkan kematangannya dalam penulisan lirik lagu.

Bila aku pegang kendali penuh pada Cahaya..
Aku pastikan jalanmu terang..
Tak mudah kusut dalam kemelut
Kau tahu cara mengurai semua..

Liriknya bukan hanya puitis namun kuat dan juga misterius dalam waktu yang sama. Dimana lirik tersebut membuat semua orang bisa memasukinya melalui pintu  interpretasi masing-masing. Membuat lagu ini akan memiliki arti berbeda-beda bagi tiap pendengarnya. 


07.  LANGIT ABU-ABU



Awalnya, saya pikir “Pamit” adalah lagu paling sendu dalam album ini. Namun ternyata kesenduan dalam lagu Pamit tidak akan ada apa-apanya dibandingkan dengan lagu ini. Dengan hanya mengandalkan suara piano yang lirih dan juga suara Tulus yang terdengar bukan sedang bernyanyi namun sedang bercerita tentang hatinya yang patah. Membuat atmosfer lagu ini terasa sangat menyesakkan dada.  Dan entah kenapa, saya sangat percaya untuk lagu sedalam ini sangat mustahil untuk dibuat tanpa berdasarkan pengalaman pribadi. Jadi siapakah gadis yang telah mematahkan hatimu begitu keras BangTul?

Bertemukah kau dengan Sang Puas? Benar senangkah hatimu?
Di Bawah basah langit abu-abu.. kau dimana?
Di lengangnya malam menuju minggu, kau dimana?

 Kemahiran tarian diksi kembali diperlihatkan oleh pria asal Bukittinggi ini. Dimana dia mengubah malam minggu menjadi “lengangnya malam menuju minggu”, padat, sendu sekaligus romantis. 


08.  MAHAKARYA



Bagi saya yang telah cukup lama mengikuti tulisan-tulisan di blog Palawija-nya maka lirik-lirik yang berada di dalam lagu ini terdengar tidak asing. Karena beberapa kali, Tulus pernah mengepost potongan-potongan tulisan berbentuk prosa yang nyatanya kemudian menjadi bagian dari lagu ini. Terutama bagaiman Tulus menceritakan bagaimana kedua orang tuanya begitu memengaruhi hidupnya hingga sekarang. Tulus bercerita bahwa dia terlahir dari keluarga pekerja keras. Ayahnya adalah seorang pedagang dan ibunya adalah seorang wanita luar biasa yang mewariskan suara merdu kepadanya. Sebuah peristiwa masa kecil Tulus lantas mengubah hidupnya untuk selamanya. Yaitu ketika ia dan ibunya menonton konser tunggal dari Chrisye di Padang. Tulus kecil terkesima dengan kemahiran seorang Chrisye dalam menguasai panggung dan menyihir ratusan penonton dengan suara merdunya. Semenjak itu, impian besar terpatri di dalam tubuh Tulus kecil. "Saya ingin menjadi penyanyi seperti Chrisye." Tidak pernah ada yang menyangka bertahun-tahun kemudian Tulus tengah menapaki jalan sama yang dimiliki oleh Chrisye sebagai seorang musisi luar biasa. Kerja keras, pengorbanan, semangat pantang menyerah dan tentu doa kedua orang tua membuat Tulus berhasil di titik ini. Menciptakan Mahakarya yang merdu bagi banyak pendengarnya.

Ayah pernah berkata saat jiwa terpisah dari raga
Dia akan terbang menghinggapi karya terbaik kita
Ibu pernah berkata jangan pernah bergantung pada peruntungan
Senang dan tidak senang hidupmu, tergantung kerja kerasmu

Yang paling menarik dari lagu ini adalah ketika mendengarkannya, atmosfir yang dirasakan seperti mendengar musik-musik yang sering bermunculan di film kartun jaman dahulu. Bahkan pada part akhir lagunya, suara-suara musiknya mengingatkannya saya pada theme song Tom and Jerry. Lucu tapi sekaligus unik. Saya yakin hal ini bisa terjadi karena kecerdasan dan kejeniusan Ari Aru Renaldi yang duduk di bangku produser. Membuat paduan antara Tulus dan Ari Renaldi seperti gula dengan teh celup. Manis, mengikat dan saling melengkapi. 


09.  LEKAS


Seperti yang diketahui, sebelum albumnya dirilis, lagu Lekas sudah jauh-jauh hari didengarkan. Hal tersebut tidak lepas karena menjadi Soundtrack dari film “3 Nafas Likas”. Dan saya tak lelah-lelahnya memuji kecakapan Tulus dalam menulis lirik dengan kualitas Bahasa Indonesia yang baik bahkan di telinga awam seringkali terdengar kompleks.

Saat larut dalam sedih..
Tak berhenti putaran ini di Bumi
Saat gentar hela nafas
Tak berhenti cepatnya laju masa

Membuat saya seringkali bertanya-tanya ketika mendengarkannya, referensi baca seperti yang dimiliki oleh Tulus sehingga memiliki kosa kata yang begitu kaya seperti ini?


10.  MONOKROM


Pantaslah apabila lagu ini dimasukan di trek terakhir dalam albumnya. Bukan hanya karena menjadi judul albumnya namun juga karena kuatnya pesan yang ada di lagu ini. Apabila ingin sedikit jujur, mata saya selalu berkaca-kaca ketika mendengarkan lagu ini. Bayangan orang-orang yang dicintai entah kenapa selalu terlintas ketika lagu ini terputar. Disini, Tulus sama sekali tidak berniat untuk pamer skill. Tidak ada musik yang terdengar megah dan tidak ada juga diksi yang rumit. Semua komposisi dalam lagu ini terdengar sederhana. Namun ternyata kesederhanaan tersebutlah yang membuat lagu ini memiliki taring kekuatan dimana-mana. Siap merobek pipi siapa saja yang mendengarnya untuk becek oleh air mata. Karena hidup manusia menjadi berharga memang karena runutan-runutan kesederhanaan yang kita hirup setiap harinya. Kita seringkali bisa berbahagia dengan teramat sangat maupun sedih dengan sangat sesak oleh sesuatu yang sederhana. Kita sebagai manusia jarang sekali bahagia maupun sedih oleh sesuatu yang rumit. Mengingat dan melupakan adalah contoh terbaiknya.

Lembaran foto hitam putih..
Kembali teringat kuhitung bintang-bintang
Saat mataku sulit tidur, suaramu buatku lelap…

           Bukan hanya Monokrom karena pada akhirnya semua lagu di dalam lagu ini telah menjadi ucapan terima kasih paling merdu. 


             Sebagai penikmat musik dari Tulus, saya sangat menikmati albumnya. Bukan hanya karena merdu namun juga luapan-luapan perasaan di dalamnya yang dibungkus dengan cara terbaik. Saya memang selalu menganggap Tulus sebagai musisi anomali. Ketika masih banyak kreator lain berkubang dalam pintu inspirasi yang sama, Tulus bukan hanya mengetuk pintu inspirasi, dia mendobraknya! Kegelisahan dan kejujuran begitu terasa kental di dalam album ini. Bagi saya pribadi, yang paling berharga bagi seorang seniman maupun kreator adalah kejujurannya dalam berkarya. Karena itulah yang menjadi benang pembeda antar kreator yang satu dengan kreator lainnya. Karena seringkali saya menemukan sebuah lagu maupun karya lainnya yang sangat bertopeng. Maksudnya adalah lagu maupun karya tersebut tidak datang dari hasrat terdalam dari seniman tersebut. Membuat kita sebagai penikmatnya hanya mampu menikmati karya tersebut diatas permukaannya saja karena memang tidak ada isi maupun jiwa dari kreator tersebut yang ia titipkan didalamnya. Monokrom barangkali bukan hanya merdu tapi juga penting, untuk siapa saja yang ingin berkarya dengan lebih dalam dan jujur. Layaknya warna hitam putih, monokrom. Yang selalu tampil jujur, tanpa riasan dan apa adanya. Tulus berhasil melakukannya dengan gemilang.