Tuesday, January 1, 2019

Membicarakan Love Hate Friendship




Saya tidak ingin menghakimi siapapun dari kedua sahabat tersebut. Namun selalu menjadi bayangan dari sebuah bintang yang terus bersinar bukanlah perkara yang mudah. Bahkan seringkali lebih ke arah menyakitkan. Bayangkan saja, sahabat kita pesonanya terus bersinar terang untuk memukau orang lain. Sedangkan kita hanya menjadi bayangan yang terus membusuk dibalik sinar terangnya dan tidak sedikitpun akan pernah disadari oleh orang lain. Jangan tanya, sakitnya seperti apa. Hal seperti ini akan meremukkan ego kita sebagai seorang manusia secara perlahan tapi sangat menghancurkan. Pelan-pelan tapi mematikan. Kita terjebak dalam situasi yang serba salah dan tidak bisa menunjuk satu pihak untuk dijadikan kambing hitam selain diri sendiri. Kita ingin menyalahkan orang lain yang terus terpesona dan memuja-muja sahabat kita juga tidak mungkin, itu adalah hak mereka. Kita ingin menyalahkan sahabat kita sendiri juga mustahil, selain dia memang benar rupawan tapi karena dia juga sahabat kita sendiri. 

Alhasil, kambing hitam itu kita jatuhkan pada diri kita sendiri. Kita mulai menyalahkan diri sendiri dengan segala kekurangan yang dimiliki. Kita mulai menyalahkan diri kita yang tidak serupawan sahabat kita, kita menyalahkan diri kita yang tidak mampu unggul seperti sahabat kita dan kita semakin menyalahkan diri karena sudah berusaha semaksimal mungkin untuk dilihat orang tapi kita tetap terlihat terlihat samar dilihat orang lain. 

Entah kenapa, hubungan love hate friendship ini membuat saya teringat dengan hubungan persahabatan antara Naruto dengan Sasuke. Sasuke yang rupawan dan jenius sejak lahir, tidak perlu usaha apapun untuk mendapatkan perhatian dari semua orang yang ada di sekitarnya. Ia adalah bintang yang bersinar terang dan dipuja semua orang karena silaunya. Bandingkan dengan Naruto yang punya wajah pas-pasan dan kemampuan otak di bawah standar, satupun orang tidak ada orang yang menaruh perhatian kepadanya. Setidaknya, itu menurut Naruto. 

Ia adalah representasi sempurna dari bayangan yang akan selalu tersembunyi di balik sinar terang seorang Sasuke. Tidak heran, apabila Naruto iri setengah mati pada Sasuke. Ia mendedikasikan seluruh hidupnya untuk mampu mengejar hingga menandingi Sasuke. Salah satu alasan utamanya adalah dia ingin mencuri perhatian Sakura, gadis yang dicintainya supaya mengalihkan perhatian kepadanya. Namun seperti yang kita ketahui bersama, pada akhirnya Naruto tidak mendapatkan Sakura seperti selama yang ia inginkan. Karena akhirnya dia mendapatkan gadis yang selama ini ia butuhkan, Hinata. Membuat kita sadar, bahwa Naruto selama ini melihat terlalu jauh. Bahwa selama ini apa yang dia butuhkan tidaklah setinggi apa yang selama ini dibayangkan. 

Pada akhirnya, ini akan membahas tentang penerimaan diri. Seseorang yang percaya diri tidak akan bisa dimulai tanpa dia bisa menerima dirinya sendiri dengan apa adanya. Penerimaan diri sangatlah mudah untuk diucapkan, tapi itu adalah pekerjaan seumur hidup. Bahkan salah satu hal paling sulit di muka bumi ini. Akan ada begitu banyak alasan yang membuat kita sulit menerima diri sendiri, akan ada begitu banyak kekurangan yang mengganjal kita untuk percaya diri dan akan ada begitu omongan orang lain yang menjatuhkan mental yang dibangun sepetak demi sepetak. Tidak heran apabila ada orang lain, apalagi itu sahabat kita sendiri yang terlihat lebih bersinar daripada kita, mampu menghancurkan kita dari dalam. Selalu orang dekat yang berhasil menyakiti dan menghancurkan kita, sesuatu yang mustahil mampu dilakukan oleh orang asing. 

Meski begitu, kita jangan sampai melupakan satu hal paling penting. Bahwa ini bukanlah pertempuran kita melawan sahabat kita sendiri. Ini adalah pertempuran kita melawan diri kita sendiri. Diri kita yang seringkali merasa inferior dan tidak berdaya. Siapa yang nanti keluar sebagai pemenang, tentunya ditentukan oleh keinginan dari diri kita mana yang paling kuat. Apakah diri kita yang inferior atau diri kita yang sudah mampu melakukan penerimaan diri seutuhnya? Bukankah dalam persahabatan tidak membuat kita masuk ke arena perlombaan. Untuk membuktikan siapa yang lebih cepat dari siapa dan siapa yang lebih unggul dari siapa. Dalam hubungan bernama persahabatan, kita memutuskan bersama karena kita bisa saling mengutuhkan satu sama lain. Kita akan pincang apabila tidak ada salah satu dari satu sama lain. 

Sekali lagi, saya tidak ingin melakukan penghakiman atas apa yang dilakukan oleh dua sahabat ini. Lagipula, siapa tahu ini bukan akhir dari persahabatan mereka tapi salah satu proses pendewasaan mereka. Soalnya dalam persahabatan terkadang memang ada riak yang bisa diterjang bersama tapi ada juga riak yang lebih baik untuk membuat salah satunya menepi. Soalnya, terkadang kita memang butuh ruang untuk bisa lebih berpikir jernih, untuk lebih menghargai apa yang selama ini terlewatkan dan untuk lebih bisa melakukan penerimaan 

No comments:

Post a Comment